Atap Jawa Tengah adalah julukan yang disematkan untuk puncak Gunung Slamet. Ketinggiannya yang mencapai 3.428 mdpl menjadikan Gunung Slamet yang tertinggi di Jawa Tengah. Desember lalu, saya dan kedua teman saya mencoba mendaki gunung ini melalui jalur yang paling populer di kalangan pendaki, yaitu Jalur Bambangan.
Jalur Blambangan terletak di Kabupaten Purbalingga. Akses transportasi menuju pos awal Bambangan terbilang cukup mudah. Pendaki dapat menggunakan angkutan umum dari pertigaan Karangreja ataupun ojek dari terminal bus Purbalingga, jika menggunakan bus. Sementara bagi pengguna kereta, biasanya ramai tersedia angkutan bertrayek Purwokerto – Basecamp Bambangan di depan stasiun Purbalingga.
Dalam pendakian kali ini kami benar-benar mengincar pemandangan sunrise dari puncak Slamet. Pasalnya jika cuaca baik, pendaki akan disuguhi pemandangan samudera awan dengan pucuk Gunung Sindoro dan Sumbing yang bermandikan cahaya matahari pagi sebagai pulau-pulau kecil di dalamnya.
Jalur pendakian kali ini tidak jauh berbeda dengan jalur lain pada umumnya. Awalnya para pendaki akan melewati perkebunan warga. Memasuki pos pertama, perkebunan warga mulai berganti hutan. Perjalanan menuju pos pertama ini saya rasa relatif mudah, namun cukup panjang. Waktu tempuhnya sekitar 1 jam.
Warung-warung dengan cemilan yang menggoda dapat ditemukan di pos pertama. Banyaknya penjual makanan, pos yang cukup nyaman, dan pemandangan hutan yang indah membuat banyak pendaki berlama-lama mengistirahatkan diri di sini. Jika kalian khilaf, maka banyak waktu yang bisa terbuang di pos ini.
Pendakian menuju pos selanjutnya cenderung lebih curam. Jarak antar pos saya perkirakan sekitar 1 jam. Karena saya mendaki saat weekend, hampir di setiap pos terdapat pedagang. Jadi bagi Sobat yang berniat mendaki Gunung Slamet, tidak perlu khawatir tentang makanan. Selain itu kamu juga tidak perlu membawa air terlalu banyak. Terdapat sumber mata air di Pos ke-5. Pos ini pun banyak dijadikan tempat beristirahat ataupun tempat camp terakhir para pendaki sebelum menuju puncak.
Malam itu kami memutuskan meyudahi perjalanan di pos 7 yang merupakan batas camp terakhir. Meskipun bukan merupakan dataran lapang yang cukup luas, Pos ini banyak memiliki lahan datar yang berundak-undak sehingga dapat ditempati banyak tenda. Pos 7 menjadi pilihan yang tepat jika ingin bangun agak ‘siang’ karena letaknya yang hanya sekitar 1-2 jam dari puncak. Setelah Pos 7, masih ada Pos 8 yang merupakan batas akhir vegetasi Gunung Slamet.
Esoknya, saya dan rekan saya bangun pukul 03.00 WIB, siap untuk summit attack. Namun ternyata kami datang terlalu awal. Alhasil kami berlindung di cekungan kecil yang kami jumpai di dekat puncak, namanya Gua Slamet. Gua kecil ini cukup menghalangi kami dari angin kencang dan dingin pada dini hari. Sambil menunggu matahari menampakkan dirinya, kami makan camilan di dalam sana. Kondisi cuaca di puncak memang tidak selalu baik, seringkali disertai angin kencang dan hawa yang dingin. Maka pastikan Sobat membawa jaket dan camilan untuk menambah energi.
Ketika cahaya matahari mulau keluar, saya melajutkan pendakian. Trek menuju puncak tidak hanya terpaku pada satu jalur, jadi pilihlah jalan yang mudah untuk dilewati. Jaga jarak dengan pendaki lain jika kamu muncak saat ramai. Bebatuan di trek cukup mudah terlepas dari tanah sehingga cukup berbahaya jika tidak menjaga jarak.
Sampai di puncak Slamet, cuaca saat itu sedang cerah. Saya dan rekan saya dihadiahi pemandangan gunung-gunung lain dari puncak Slamet. Selain itu ada juga pemandangan hamparan kota dan sawah yang terlapisi awan tipis. Kawah dan Segoro Wedhi merupakan pemandangan tambahan yang dapat kamu nikmati juga di puncak Slamet.
Namun, jangan terlalu asyik dengan pesona puncak Slamet. Terdapat peraturan yang membatasi para pendaki berada di puncak hanya sampai pukul 10.00. Hal ini untuk menghindari ancaman bau belerang yang dapat menyebabkan sesak nafas dan pusing. Jadilah pendaki yang bijak dan menaati aturan ya, Sobat!